Monday 16 February 2015

Korvet Indonesia korvet terbaik

Lincah dan kecil, tapi masih lebih besar dari kapal patroli pesisir standar, korvet telah memainkan peran penting bagi beberapa angkatan laut terkuat di dunia. Berdasarkan kemampuan multi-misi, manuver dan persenjataannya, berikut 10 korvet terbaik di dunia.

INS Kamorta

Korvet Kelas Kamorta

Kelas Kamorta adalah korvet generasi baru yang dikembangkan oleh Garden Reach Shipbuilders and Engineers (GRSE) untuk Angkatan Laut India. Korvet ini utamanya didesain untuk misi anti kapal selam (ASW), namun juga dapat ditugaskan untuk misi anti permukaan dan anti udara. Total 4 korvet Kelas Kamorta dijadwalkan akan dioperasikan Angkatan Laut India antara tahun 2014 dan 2017.

Korvet kelas Kamorta menggunakan bahan komposit dan berteknologi "siluman" untuk mengurangi deteksi dari radar dan inframerah dan mengurangi kebisingan. Kamorta dipersenjatai dengan rudal jelajah anti kapal 3M-54 Klub, rudal permukaan ke udara Barak, sebuah meriam 76 mm, dua sistem senjata close-in AK-630, dua peluncur roket anti kapal selam RBU-6000, dan dua tabung torpedo triple.

Dek penerbangan pada buritan Kamorta mampu mengakomodasi helikopter Ka-28PL atau HAL Dhruv. Empat mesin Pielstick 12 PA6 STC yang dilengkapkan pada Kamorta memberikannya kecepatan maksimum 25 knot dan jangkauan 3.450 nm (6.389 km) di kecepatan 18 knot.


Tipe 056 Jiangdao
Tipe 056 Jiangdao. Gambar: 樱井千一
Type 056 Jiangdao

Tipe 056 merupakan korvet "siluman" kelas baru yang dibangun di galangan kapal Wuchan, Huangpu, Hudong-Zhongua dan Liaonan untuk Tentara Pembebasan Angkatan Laut (PLAN) China. Korvet ini menjadi kapal perang modular pertama China yang bertindak sebagai kapal patroli lepas pantai atau kapal multi peran.

Korvet Tipe 056 berdesain lambung "siluman" dan dipersenjatai dengan rudal jelajah anti kapal YJ-83 sea-skimming, sistem rudal jarak pendek FL-3000N, meriam 76 mm, dua meriam remot kontrol dan dua tabung torpedo triple.

Dek helikopter pada buritannya dapat menampung helikopter kelas Z-9. Tipe 056 menggunakan dua mesin diesel yang menggerakkan dua porosnya yang memastikannya mencapai kecepatan tertinggi lebih dari 28 knot.


Korvet kelas Khareef
Korvet kelas Khareef. Gambar via htka.hu
Korvet Kelas Khareef

Korvet Kelas Khareef dibangun oleh BAE Systems Maritime-Naval Ships untuk Angkatan Laut Kerajaan Oman. Korvet ini dapat melakukan patroli pantai, misi bantuan bencana maritim, SAR dan misi pencegahan.

Desain lambungnya yang inovatif dengan fitur "siluman" memungkinkan Khareef untuk beroperasi di dekat zona musuh tanpa terdeteksi. Desainnya yang fleksibel juga membuatnya mudah diintegrasikan dengan berbagai peralatan dan sistem senjata. Korvet ini memiliki dek penerbangan dan hangar yang cukup untuk mengakomodasi helikopter kecil hingga medium.

Khareef dipersenjatai dengan meriam Oto Melara 76 mm, dua meriam MSI DS30M 30 mm, rudal anti kapal MM-40 Exocet Block III dan rudal permukaan ke udara MBDA VL Mica untuk mengatasi ancaman dari permukaan dan udara. Dua mesin diesel MTU memberikan kapal ini kecepatan maksimum 25 knot dan jangkauan 4.500 mil.


Korvet kelas Baynunah
Korvet kelas Baynunah. Gambar via All Military Weapons
Korvet Kelas Baynunah

Baynunah adalah korvet multi misi kelas baru yang dibangun oleh Abu Dhabi Ship Building (ADSB) untuk Angkatan Laut Uni Emirat Arab. Korvet ini dirancang untuk melakukan berbagai misi antara lain patroli dan pengawasan pantai, penanggulangan ranjau, anti udara dan perang anti permukaan.

Beberapa senjata dan teknologi sensor canggih yang dilengkapkan di dalamnya membuat Baynunah sebagai salah satu korvet terbaik di dunia. Kapal ini juga dilengkapi dengan fitur "siluman" untuk meminimalisir radar cross-section dan dapat dipersenjatai dengan rudal anti kapal Exocet, rudal SeaSparrow, Mk49 Mod3 21-cell RAM launcher, meriam utama 76 mm dan dua senjata Rheinmetall MLG 27.

Korvet kelas Baynunah memiliki dek dan hangar helikopter di buritan untuk mengakomodasi helikopter berukuran medium. Korvet yang didukung oleh empat mesin diesel MTU ini menggerakkan waterjet yang memastikannya mampu mencapai kecepatan lebih dari 30 knot.


Korvet Kelas Buyan
Korvet Kelas Buyan. Gambar: russianmilitaryphotos.wordpress.com
Korvet Kelas Buyan (Project 21630)

Kelas Buyan adalah korvet yang dibangun oleh galangan kapal Almaz untuk Angkatan Laut Rusia. Buyan-M, versi modifikasi rudal dari Kelas Buyan, juga sedang dibangun di galangan kapal Almaz. Kapal ini digunakan untuk patroli zona ekonomi eksklusif dan dapat digunakan di perairan dangkal dan muara sungai untuk mendaratkan pasukan dalam mendukung misi berbasis darat.

Kelas Buyan juga menerapkan fitur "siluman" untuk mengurangi radar cross section.Open architecture pada Buyan memungkinkannya untuk diintegrasikan dengan sistem-sistem modular sesuai kebutuhan di masa mendatang. Korvet ini dipersenjatai dengan rudal anti pesawat Igla atau Igal-S, sistem peluncur roket A-215 Grad-M, meriam tunggal A-190 100 mm dan dua sistem senjata close in AK-306 30 mm.

Sistem propulsi CODAD (combined diesel and diesel) yang mengintegrasikan dua mesin diesel Zvezda M520 ditambah dengan dua pompa jet memberikannya kecepatan maksimum 28 knot dan jangkauan 1.500 nm (2.778 km).


Korvet kelas Steregushchy
Korvet kelas Steregushchy. Gambar: gtdeath13/photobucket
Korvet Kelas Steregushchy (Project 20380)

Steregushchy adalah korvet besar multi peran yang dibangun oleh galangan kapal Severnaya Verf dan Amur untuk Angkatan Laut Rusia. Kapal ini ditugaskan untuk misi patroli pantai, pengawalan dan ASW.

Steregushchy menerapkan desain "siluman" untuk mengurangi deteksi radar dan inframerah, akustik dan magnetik. Steregushchy dipersenjatai dengan rudal Kh-35, rudal 3M-54 Klub, dua sistem senjata close-in Kashtan, sebuah meriam A-190 100 mm, dua senjata AK-630M dan dua tabung torpedo quadruple.

Sistem propulsi CODAD dari Steregushchy yang mengintegrasikan empat mesin diesel 16D49 memberikannya kecepatan tertinggi 27 knot dan jangkauan 4.000 nm pada kecepatan 14 knot. Varian ekspor dari Steregushchy yang disebut sebagai Kelas Tiger, juga diorder oleh Angkatan Laut Aljazair.


Korvet Kelas Milgem
Korvet Kelas Milgem. Gambar: Turkish Naval Forces
Korvet Kelas Milgem

Korvet Kelas Milgem milik Angkatan Laut Turki dilengkapi dengan sistem senjata buatan dalam negeri dan sistem C4SI untuk mendukung misi patroli maritim, perang anti permukaan, ASW dan misi perang anti udara di perairan pesisir.

Dua korvet pertama dari kelas Milgem, TCG Heybeliada (F-511) dan TCG Büyükada (F-512) dibangun oleh galangan kapal Istanbul, dan ditugaskan ke Angkatan Laut Turki pada tahun 2013. Korvet ini juga menerapkan teknologi "siluman" dan fitur signature-reduction. Masing-masing korvet dilengkapi dengan meriam 76 mm, dua Stabilised Machine Gun Platforms (STAMP), delapan rudal anti kapal Harpoon, dan rolling airframe missile (RAM) sebagai titik pertahanan dan peluncur tripel Mk.32

Korvet Kelas Milgem didukung oleh sistem propulsi MTU combined diesel and gas (CODAG). Daya dorong untuk berlayar pada kecepatan jelajah dihasilkan oleh mesin diesel, sementara dua turbin gasnya menyediakan kecepatan yang lebih tinggi yaitu 29 knot apabila dibutuhkan.

KRI Diponegoro 365
KRI Diponegoro 365. Gambar: Maritimephoto.com
Korvet Kelas SIGMA

Korvet Kelas SIGMA dibangun oleh Damen Schelde Naval Shipbuilding sesuai dengan konsep Ship Integrated Geometrical Modularity Approach (SIGMA). Empat korvet Kelas SIGMA dikirm ke TNI AL pada rentang 2007-2009.

Kelas SIGMA berdesain modular yang memberikan operatornya fleksibilitas tinggi namun dengan biaya operasi yang minim. Korvet ini dilengkapi dengan sistem komunikasi dan pertempuran canggih, dek helikopter besar dan fasilitas akomodasi untuk 80 personel. SIGMA dirancang untuk melakukan misi patroli Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), pencegahan, SAR, dan juga misi perang anti kapal selam.

Korvet ini dapat dipersenjatai dengan rudal anti kapal Exocet, rudal permukaan ke udara TETRAL, meriam rapid gun 76 mm, dua senjata 20 mm, dan dua peluncur torpedo tripel B515. Dua mesin dieselnya menggerakkan dua poros baling-baling yang memberikannya kecepatan maksimum 28 knot dan jangkauan 3.000 nm pada kecepatan 18 knot.


Korvet Kelas Braunschweig
Korvet Kelas Braunschweig. Gambar: Torsten Bätge
Kelas K130 Braunschweig

Kelas K130 Braunschweig milik Angkatan Laut Jerman adalah lima korvet modern yang dibangun oleh konsorsium ARGE K130 yang terdiri dari Blohm+Voss, Nordseewerke dan Fr. Lürssen Werft. Korvet multi-misi ini dikerahkan untuk pengawasan permukaan, perang anti permukaan dan misi pesisir.

Kelas K130 dilengkapi dengan fitur pengurangan deteksi dari radar dan inframerah, dan dilengkapi dengan sistem pertahanan dan senjata otomatis, sensor dan sistem komunikasi. Deknya dapat menampung helikopter berukuran sedang.

Persenjataan yang diusung Kelas K130, antara lain rudal permukaan ke permukaan RBS 15MK3, rudal permukaan ke udara Rolling Airframe Missile (RAM), meriam Oto Melara 76 mm, dan dua meriam otomatis MLG 27 mm. Korvet ini didukung oleh dua mesin diesel MTU 20V 1163 TB 93 yang menggerakkan dua baling-baling yang memberikannya kecepatan maksimum lebih dari 26 knot.


Korvet Kelas Visby
Korvet Kelas Visby
Korvet Kelas Visby

Korvet siluman Kelas Visby dibangun oleh Kockums di galangan kapal Karlskrona untuk Angkatan Laut Kerajaan Swedia. Pembangunan 5 korvet ini ditujukan untuk misi perang permukaan, ASW, dan patroli maritim.

Masing-masing korvet dipersenjatai dengan meriam Bofors 57 mm Mk 3, delapan rudal permukaan ke permukaan Saab RBS15, empat torpedo Saab 40 cm, dan roket ASW.

Sistem propulsi CODOG yang mengintegrasikan empat turbin gas TF50A untuk operasi di kecepatan menengah dan tinggi, dan dua mesin diesel MTU untuk kecepatan rendah. Mesin CODOG menggerakkan dua baling-baling yang menawarkan akustik yang rendah dan kemampuan manuver yang baik. Sistem propulsinya menjadikan Visby mampu mencapai kecepatan maksimum 35 knot dan jangkauan 2.500 nm pada kecepatan 15 knot.

Jiwa Navalisme Laksamana Muda John Lie



"Jangan menjadikan bangsa ini menjadi jongos di negara lain, jongos di kapal-kapal niaga asing...Jadilah bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut, menandingi irama gelombang lautan itu sendiri." (Presiden Soekarno)
Sayangnya, ucapan dan visi navalisme Bung Karno tersebut kandas membentur karang samudera pada masa pemerintahan Presiden selanjutnya yaitu Soeharto yang ketika melantik Kasal di awal 70-an berkata, "Indonesia membutuhkan AL yang kuat, tapi nanti."
Pertanyaanya, nantinya itu kapan? Tenggelamnya visi navalisme ini turut berkontribusi pada lemahnya kondisi kekuatan laut kita dewasa ini. Salah satu cara untuk menggerogoti Angkatan Laut adalah tidak memperkenalkan pahlawan-pahlawan bangsa yang berjuang di samudera. Wajar saja apabila bangsa ini ditanya siapa pahlawan dari Angkatan Laut, maka mulai dari anak SD, SMP hingga SMA akan menjawab hanya satu orang saja, yakni Komodor Yos Soedarso. Adakah yang kenal Wiratno, Memet Sastra Wirya, Sutedi Senodiputra, puluhan atau bahkan ratusan pahlawan Angkatan Laut lainnya?
Figur kepahlawanan Angkatan Laut pun banyak yang sirna bak ditelan gelombang lautan beserta riaknya, salah satunya adalah Laksamana Muda John Lie, yang hilang namanya setelah Orde Baru. Tidak sedikit yang belum mengetahui sosok beliau sekalipun dari anggota Angkatan Laut. Setelah upaya browsing dan membaca beberapa literatur, Penulis mencoba untuk menuangkan kembali peranan Laksamana Muda John Lie dalam merebut dan mengisi kemerdekaan RI.
Pernahkah kita mengenal pahlawan kita ini semenjak di bangku SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi, sebagaimana kita mengenal Supriyadi dari Blitar, Bung Toha dari Bandung, Bung Tomo dari Surabaya dan masih banyak lagi pahlawan yang sudah terpatri di otak kita sejak anak–anak?
John Lie yang lahir dari keluarga Tionghoa di Manado 9 Maret 1911 ini awalnya merupakan mualim pada pelayaran niaga milik Belanda, Koninklijke Paketvaart Maatchappij (KPM), yang kemudian bergabung dengan ALRI. Pada masa John Lie bertugas di Cilacap, beliau berhasil membersihkan ranjau yang ditanam oleh Jepang untuk menghalau pasukan sekutu, sehingga atas jasanya ini, pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor. Dengan menggunakan kapal motor cepat bernama "The Outlaw", dengan gagah beraninya beliau menembus blokade laut yang dilakukan AL Belanda di sekitar perairan Selat Malaka. Antara kurun waktu 1947 hingga 1949, John Lie berhasil memasok sejumlah besar senjata, amunisi dan obat-obatan kepada para pejuang dan rakyat di Sumatera. Berkat keberaniannya tersebut, "The Outlaw" dijuluki Radio BBC Inggris sebagai "The Black Speedboat" karena kemampuannya beroperasi di malam hari tanpa penerangan dan tidak pernah tertangkap Belanda. Paling sedikitnya sebanyak 15 kali John Lie berhasil melakukan operasi menembus Blokade Belanda.
Semangat Patriotisme
"Siapakah orang pribumi dan non pribumi itu? Orang pribumi adalah orang–orang yang jelas–jelas membela kepentingan negara dan bangsa. Sedangkan non pribumi adalah adalah mereka yang suka korupsi, suka pungli, suka memeras dan melakukan subversi. Mereka itu sama juga menusuk kita dari belakang. Pada hakikatnya mereka tidak mementingkan apalagi membela nasib bangsa kita. Mereka adalah pengkhianat–pengkhianat bangsa. Jadi soal pribumi dan non pribumi bukannya dilihat dari suku bangsa dan keturunan melainkan dari sudut pandang kepentingan siapa yang mereka bela." Pendapat tersebut diungkapkan oleh seorang anak bangsa Laksamana Muda John Lie yang melalui Keputusan Presidium Kabinet No.127/U/Kep/12/1966 dirubah namanya menjadi Jahja Daniel Dharma.
Jiwa nasionalismenya tumbuh seperti apa yang dikatakan Lie dalam majalah LIFE, 26 Oktober 1949:
"When I was a boy, Lie says, "I did wrong. The Lord told me to move on, and I went to the sea. I spent 15 years on Dutch sailing between Durban and Shanghai. But I saw Dutch did wrong, so once again I moved on. I went to the Holy Land. The Gold told me to go home and help make Indonesia a Garden of Eden." It is this that keeps Lie shuttling back and forth on his dangerous voyage, running in arms and bringing out raw materials such as rubber to pay for them.
Selanjutnya Roy Rowan dalam majalah tersebut mengatakan:
His stand recalled the basic government, which begun shortly after the war ended in the Pacific, over whether the Dutch were imposing a trade restriction or a blockade againts Indonesia. Believeng the Dutch were trying to struggle Indonesian Independence, Lie begun his smuggling career. He prays that his country will some day be transformed from "wild jungle" into a "Garden of Eden". But he declares vehemntly "there can be no Dutchmen in a Garden of Eden".
John Lie berpikir, seandainya nanti Indonesia diserang siapa yang akan membela? Siapa lagi kalau bukan putra putrinya! Oleh karena itu beliau sempatkan belajar di Singapura untuk: belajar dari Royal Navy tentang pengamanan dan penyapuan ranjau, belajar taktik pertempuran laut dengan mengingat kembali Perang Dunia II yang meliputi: peranan dan tugas dalam logistic ship, taktik perang laut dimana beliau juga menanamkan pentingnya indonesia memiliki kapal–kapal yang bisa digunakan untuk bergerilya di lautan, serta belajar bergaul dan bersahabat dengan tujuan untuk mempertahankan kemerdekaan RI yang dapat menggugah semangat para pemuda untuk bersukarela berjuang melawan penjajah.
Penumpasan RMS
Menyikapi kegagalan misi perdamaian dan sikap membangkang yang ditunjukan oleh RMS, pemerintah memerintahkan untuk menumpas pemberontakan tersebut. Pada tanggal 1 Mei 1950 Menpangal R.Soebijakto memerintahkan kapal perang ALRI untuk melaksanakan blokade di perairan Ambon. Pelaksanaan blokade oleh kapal–kapal korvet RI Rajawali dengan Komandan Mayor (P) John Lie, RI Pati Unus dengan Komandan Kapten S.Gino, RI Hang Tuah dengan Komandan Mayor Simanjuntak. Pendaratan di P.Buru dilaksanakan tanggal 13 Juli 1950 dan ALRI mengerahkan kekuatan eskader-eskader ALRI di bawah Komando Mayor Pelaut John Lie, dilanjutkan dengan pendaratan di P.Seram dan P.Piru. Melalui tiga titik pendaratan ini yang dibantu dengan kekuatan gabungan TNI, pasukan RMS mulai terdesak, tetapi ada sebagian kota pesisir yang masih mereka kuasai.
Akhirnya pendaratan penyerbuan dilaksanakan melibatkan ketiga angkatan. Dari ALRI di bawah Komandan Mayor (P) John Lie, terdiri dari RI Rajawali, RI Hangtuah, RI Banteng, RI Patiunus, RI Namlea, RI Piru, RI Andhis, RI Anggang, RI Amahi, kapal rumah sakit, 10 LCVP, 3 buah LCM, 2 LST, 3 KM. Pada tanggal 15 November 1950, pembersihan dalam kota Ambon selesai.
Penumpasan DI/TII
Pemberontakan Darul Islam / Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pertama kali muncul di Jawa Barat pada tahun 1949 di bawah pimpinan Kartosuwiryo. Namun kemudian pengaruh DI meluas hingga ke Aceh pada tahun 1950 dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh dan di Sulawesi Selatan pada tahun 1953 di bawah pimpinan Abdul Qahhar Mudzakkar. Untuk menumpas pemberontakan tersebut, pemerintah menggelar operasi militer dan operasi pemulihan keamanan yang melibatkan seluruh elemen pertahanan terkait, termasuk ALRI yang menggelar operasi patroli pantai dipimpin oleh Mayor (P) John Lie.
Operasi penumpasan di Sulawesi adalah Operasi Tri Tunggal, Operasi Malino dan Operasi Jaya Sakti bulan Oktober 1955. Dalam operasi ini, ALRI melibatkan beberapa kapal perang, di antaranya RI Rajawali dan 1 kompi KKO AL serta didukung oleh sebuah kapal angkut milik jawatan pelayaran. Dalam Operasi Tri Tunggal, diadakan pendaratan di sekitar Sungai Wawo, Sulawesi Tenggara. Operasi keamanan di Malino dilaksanakan oleh Datasemen KKO AL untuk mengamankan jalan raya antara Makassar dengan Malino. Operasi Jaya Sakti bertujuan untuk melaksanakan patroli keamanan wilayah dan pembersihan sisa-sisa pengikut DI/TII oleh 1 kompi pasukan KKO AL.
Penumpasan PRRI / Permesta
Pemerintah menggelar operasi untuk menumpas Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia di Sumatera dan Perjuangan Semesta di Sulawesi tahun 1958 dengan Komandan Operasi Kolonel Ahmad Yani, Wadan I Letkol (P) John Lie, Wadan II Letkol (U) Wiriadinata. Pada dasarnya terdapat 3 kegiatan pokok operasi pendaratan untuk menumpas PRRI yaitu Operasi Tegas, Operasi 17 Agustus dan Operasi Kurusetra. Operasi Tegas merupakan operasi gabungan untuk merebut Riau Daratan. Dalam proses ini ALRI membentuk Amphibious Task Group-27 I (ATG-27 I). Unsur ALRI yang terlibat diantaranya RI Banteng, RI Sawega, 2 kapal baru selam, 3 Penyapu Ranjau serta 1 kompi KKO AL. Operasi 17 Agustus bertugas menghancurkan pemberontak di Sumatra Barat. Dalam Operasi ini ALRI membentuk Amphibious Task Force-17 (ATF-17) yang dipimpin Letkol (P) John Lie, dan melibatkan RI Gajah Mada, RI Banteng, RI Pati Unus, RI Cepu, RI Sawega dan RI Baumasepe, serta 1 Yon KKO AL. Kapal-kapal melakukan bombardemen sekitar Kota Padang dan kemudian mengadakan operasi pendaratan pasukan KKO AL. Operasi Kurusetra merupakan operasi pembersihan sisa-sisa pemberontak di Air Bangis, Sasak dan Pasaman. Untuk pendaratan di tempat tersebut, ALRI membentuk Amphibious Task Unit-42 (ATU-42). Unsur ALRI yang terlibat di antaranya RI Katula, RI Lajuru, RI Lapai dan 1 kompi KKO AL. Pasukan KKO AL berhasil menghancurkan basis pemberontak di sepanjang Air Bangis dan Pasaman. Operasi-operasi tersebut berhasil menghancurkan kekuatan moril dan militer PRRI.
Setelah Permesta 1958 - 1959, John Lie setahun berada di India dalam tugas belajar di Defence Service Staff College, Wellington South India. Tahun 1960, John Lie menjadi anggota DPR GR dari Angkatan Laut. Tahun 1960 – 1966 menjadi Kepala Inspektur Pengangkatan Kerangka – Kerangka Kapal di seluruh Indonesia. Sebelumnya, pada Tanggal 5 Oktober 1961, Presiden Soekarno menganugerahkan tanda jasa Pahlawan kepadanya.
Itulah John Lie, pejuang prajurit dan prajurit pejuang, yang walaupun hanya lulusan akademi revolusi fisik dan tak pernah menduduki bangku Akademi Angkatan Laut, Seskoal dan Lemhanas, namun telah berjasa amat besar bagi bangsa dan negara.
Kesimpulan
Semangat patriotisme John Lie yang sebelum masuk Angkatan Laut sudah berjuang menyelundupkan senjata untuk perjuangan bangsa membuatnya dijuluki "The Great Smuggler with Bible".
John Lie adalah seorang nasionalis yang mencintai dan menempatkan negara dan bangsa di atas segala–galanya dan rela mengorbankan jiwa dan raganya dalam melawan blokade Belanda, penumpasan RMS & PRRI/Permesta. John Lie dikenal sebagai orang yang jujur, sederhana dan sangat memperhatikan kesejahteraan anak buahnya.
Semoga bangsa Indonesia ini dapat lebih menghargai dan meneladani pendahulu-pendahulunya yang berjuang tanpa pamrih. Sangat disayangkan apabila perjuangan mereka tidak dikenal oleh bangsanya sendiri. Bangsa Indonesia yang dimaksud bukan saja rakyat biasa, namun juga para pengemban amanat rakyat hasil Pemilu ini nanti.

Saksi hidup perjuangan KRI Macan Tutul

Tanggal 15  Januari Senin malam disertai hujan, tiga unit  Kapal Cepat Torpedo kelas Jaguar membelah malam, salah satunya adalah KRI Matjan Toetoel (Macan Tutul-EYD-red)  dengan nomor lambung 650 melintasi perairan Arafura.
Sebagaimana diketahui,  KRI Macan Tutul yang di dalamnya berada Komodor Laut Yos Soedarso memimpin konvoi tersebut dan berada pada formasi kapal nomor dua. Kapal ini mendapat tembakan oleh mesin perang Belanda dan akhirnya tenggelam di laut Arafura yang memiliki kedalaman yang paling dalam mencapai 3,6 kilometer dasar lautnya.
Banyak kisah dan cerita menurut berbagai versi yang kita terima tentang peristiwa heroik tesebut. Ada yang menyebutkan adanya konspirasi di sana untuk ‘menjatuhkan’ Komodor Laut Yos Soedarso akibat berseteru diam-diam dengan Soedomo.
Ada yang mengatakan KRI Macan Tutul sengaja disabot sehingga tidak dapat memutar haluan pada saat kejadian seperti 2 kapal lainnya yang dapat berpindah haluan 180 derajat pada posisinya.



Ada juga yang mengatakan bahwa Kapal tersebut dihantam oleh pesawat udara Belanda dengan bom.
Padahal cerita sebenarnya  tidak seperti kisah tersebut. Mari kita dengarkan kisah dari sisa saksi sejarah, pelaku peristiwa tersebut yang ternyata telah lama mengasingkan dirinya dari publikasi dan perhatian umum pada kisah berikut ini.
Cerita seorang Juru Mesin di KRI Macan Tutul.
Namanya Soejono, usianya kini sekitar 65 tahun (pengakuannya). Entah sudah berganti nama apa tidak, yang jelas ia masuk wajib Militer di Surabaya tahun 1960. Dia diterima di Angkatan Laut. Setelah menjalani berbagai test dan penilaian dia diterima menjadi juru mesin dan ditempatkan di kapal RI Macan Tutul.
Setelah hampir setahun ia berada di sana, suatu hari ia melihat kapalnya sangat banyak diisi  dengan makanan dan amunisi untuk dibawa ke Irian Barat. Dari cerita ke cerita dengan sesama rekan ABK barulah diketahui tujuan mereka adalah ke Sorong untuk membebaskan Irian Barat dalam misi operasi Tiga Komando rakyat atau  Trikora.
Awalnya dia enggan bercerita. Sorot matanya menerawang tatkala didesak apa yang dialaminya selama ikut  dalam pembebasan Irian barat. Dia menghela nafasnya. Ia mengatakan bahwa selama ini ia menyimpan rapat-rapat rahasia itu pada siapapun termasuk tidak bercerita kepada anaknya sekalipun.
Tapi kini ia  merasa perlu berterus terang . Hal ini terjadi setelah didesak berulang kali dan  mendapat kepastian bahwa jasanya dalam misi tersebut pasti sangat dihargai oleh Pemerintah yang saat ini sedang menggiatkan program gelora Nasionalisme di seluruh tanah air.
Ia mengatakan tak perlu lagi dengan penghargaan apapun. Ia merasa harusnya telah ikut mati saja bersama Yos Sudarso. Ia merasa menyesal  selamat dari peristiwa tersebut setelah melihat kenyataan demi kenyataan dalam membangun negara saat ini . “Sungguh sangat mengecewakan karena dipenuhi oleh pelaku koprupsi dan penjahat yang melukai ibu pertiwi..” katanya lirih.
Pak Soejono mulai bercerita. Malam itu dia tidak memiliki firasat apa-apa. Seperti biasa ia hanya bertugas mengurus mesin kapal agar berfungsi dengan optimal. Kapal  baru dibeli dari Jerman itu memang tidak mengalami kendala teknis seperti yang terjadi pada KRI Singa yang urung beroperasi akibat kesalahan teknis. Tapi pada misi rahasia ini dia dituntut memberi jaminan mesin kapal dalam posisi baik.
Dia mengatakan ketika kapalnya berada di sebuah kordinat sekitar Laut Aru, tiba tiba dia mendenngar suara menggelegar di buritan kapal yang membuat kapal itu bergoyang dan oleng. Sejenak kemudian kapal itu mulai terangkat haluannya. Seluruh ABK  panik dan berlarian mengambil posisi masing-masing.
Komodor Yos Sudarso dan Kapten Kapal memilih bertahan di dalam ruang kemudi. Mereka mengikat dirinya pada kemudi kapal bersama dengan surat-surat penting yang dapat mereka raih. Dalam hitungan menit, kapal itu seperti mundur dan mulai tersedot oleh laut. Dalam keadaan cuaca malam dan hujan satu persatu anak buah kapal perang itu lompat jumpalitan ke laut.
Suara teriakan ABK pun kemudian senyap hilang ditelan arus samudra Arafura yang terkenal dalam dan angker itu. KRI Macan Tutul lennyap seketika tanpa bekas ke dasar samudra membawa seluruh isinya selamanya.
Pak Soejono bersama dua orang rekannya (dia masih ingat namanya Prada Lucas dan Pratu Herman) berpegangan erat pada benda yang mereka bawa saat mencebur ke laut. Mereka mengikatkan tubuh mereka masing-masing pada benda itu sehingga tetap mengapung meskipun dalam keadaan lelah. Tidak disebutkan benada apakah itu, yang jelas mampu mengapungkan mereka bertiga pada malam itu hingga beberapa hari berikutnya.
Pada hari ke dua, cuca mendung, badan mereka yang terus menerus basah membuat lapar dan haus tiada tara. Menjelang sore, prada Lucas meninggal dunia akibat kelaparan dan shock. Mereka berdua terpaksa melepaskan prada Lucas dari ikatannya ke laut. Mereka putuskan tidak membawa prada Lucas yang telah menjadi mayat karena akan menganggu keselamatan mereka.
Dengan rasa sedih yang tidak terkira, mereka memandangi temannya itu mengapung sebelum akhirnya tenggelam dan hilang dari pandangan mereka berdua. Hanya doa mereka panjatkan kepada sang Pencipta mengiringi kepergian teman mereka tanpa tembakan salvo kehormatan dan tanpa upacara apapun.
Memasuki hari ke lima, giliran pratu Herman yang meninggal setelah tidak mampu lagi menahan lapar dan kelehan serta kedinginan yang amat sangat. Sekali lagi, kini pak Soejono yang harus melepas sendiri ikatan pratu Herman.
Kesedihannya kali ini hampir membuatnya putus asa, rasanya ia ingin ikut serta karena tidak mengetahui sampai kapan menemukan harapan untuk hidup. Ia merasakan penderitaan yang tidak bertepi, tak ada tanda-tanda adanya bala bantuan padanya  untuk kembali hidup.
Hari ke Enam, ia mulai makan baju kaos oblongnya sendiri. Hanya itulah makanan yang dia punya. Minum air laut dan mengadahkan wajah ke langit saat hujan datang menerpa. Kondisi berlarut seperti itu tidak mampu mengobati lagi kekuatan hati dan fisiknya  untuk  bersikap normal. Akhirnya ia pingsan tidak sadarkan diri.
Ketika ia terbangun, dia menemukan dirinya sudah terdampar di ujung pulau Sulawesi, tepatnya di daerah Lokon Kabupaten Minahasa Manado, Sulut. Dia ternyata diselamatkan oleh nelayan yang melihatnya mengapung di dekat pantai. Nelayan itu lalu membawanya ke rumah mereka dan merawat pak Soejono selama 10 hari sampai sehat dan kuat kembali.
Ketika dia sudah sehat dan kuat ingatannya barulah dia sadar ternyata dia bertahan hidup di laut dalam keadaan tak ada harapan untuk hidup selama seminggu lamanya, tapi ternyata Tuhan maha penasih dan penyayang memberi takdir lain sehingga pak Soejono diberi panjang usianya sampai kini.
Sebulan setelah peristiwa heroik
Setelah tinggal bersama nelayan selama 20 hari, atau hampir sebulan setelah peristiwa tenggelamnya KRI Macan Tutul, pak Soejono memilih berangkat ke Makasar. Di sana ia membuat laporan dan menyerahkan dirinya kepada Polisi Militer di Makasar. Kalau tidak salah -katanya- ia akhirnya ditampung di mess Polisi Militer selama hamir satu bulan lamanya.
Pada suatu hari, pak Soejono merasakan betapa membosankan tinggal di barak tersebut tanpa bekerja apapun dan tidak diberi tugas apapun, ia hanya makan, tidur, ngobrol, mondar-mandir dan sekali-sekali temannya ingin mendengarkan kisahnya. Ia pun akhirnya memilih minggat dari sana tanpa pemberitahuan.
Pak Soejono memilih berangkat ke Surabaya. Dia pun menumpang kapal penumpang ke sana. Akan tetapi nasib nahas, setiba di pelabuhan Tanjung Perak, sudah ada pihak Polisi Militer yang “menjemputnya’ dan ia pun di bawa lagi ke markas. Tapi kali ini pak Soejono terpaksa harus meringkuk di sel karena ternyata pak Soejono dianggap melarikan diri dari pengawasan PM di Makassar.
Pak Soejono kecewa dan heran karena tidak menduga sikapnya itu ternayta dianggap menyalahi aturan dalam militer aktif. Akhirnya pak Soejono kembali ditahan dalam sel tahanan militer untuk mendapat proses lebih lanjut.
Entah nasib apa yang dialami oleh pak Soejono, kali ini ia bisa meloloskan diri dari tahanan militer tersebut. Ia pun pergi jauh-jauh dari pulau jawa. Kali ini ia memilih Kalimantan Barat sebagai tujuannya. Setibanya ia di Pontianak dia memilih tinggal jauh dari Pontianak, ia tinggal di pedalaman sejauh 200 Km dari Pontianak, tepatnya di sekitar Kabupaten Sanggau.
Di sini ia menemukan gadis idamannya seorang wanita dari pulau Jawa yang berparas cantik dan menggoda hatinya, mereka pun menikah. Setelah situasi dirasakan benar-benar aman, barulah ia pindah ke Pontianak. Pak Soejono ingat, dia pindah ke Pontianak pada saat Presiden Soeharto memasuki  periode ke dua sebagai presdien RI, jadi kalau tidak salah pada tahun 1975 atau 1976.
Kini di usia rentanya ke 66 tahun, pak Soejono hanya mengisi hidupnya di rumah dengan mendengarkan berita, membaca koran dan melihat kebun di depan halamannya rumahnya yang reot dan kumuh. Tidak ada yang merawat pak Soejono. Penampilannya dengan rambut seluruhnya uban, sorotan mata yang lelah, tubuh yang kurus dan ringkih membuat pak Soejono tak ada yang mengira bahwa ialah salah satu saksi hidup yang masih tertinggal untuk memberi cerita nyata betapa kisah pertempuran di laut Aru yang mengorbankan Komodor Laut Yos Sudarso ternyata menyisakan kenangan pilu salah satu ABK nya, yaitu pak Soejono.
Meskipun terlihat ringkih dan kurus, namun ketika coba disinggung tentang Nasionalisme dan kebangsaan semagnatnya memuncak. Ia mengomentari betapa mengecewakan dirinya melihat ulah dan polah para pejabat negara saat ini yang tega melukai Ibu Pertiwi dengan mengatasnamakan kebangsaan dan nasionalisme melalui Korupsi dan kejahatan terorganisir lainnya. Rasanya tak ada nilai dan arti apa-apa yang telah diberikan oleh para pahlawan dan prajurit yang telah rela mengorbankan jiwa dan raganya demi tanah air namun ternyata hasilnya hanya melahirkan para pelaku kejahatan terhadap Ibu Pertiwi ini dengan beraneka jenis kebohongan demi kebohongan.
Di akhir ceritanya, dia seperti sesegukan ketika ditanyakan apakah bersedia diperkenalkan kepada pejabat terkait dan publik masih ada saksi hidup atas peristiwa besar dalam sejarah memperjuangkan Irian Barat pada masa Trikora, yaitu dirinya sendiri?
Dia menghela nafasnya. Bola matanya yang mulai kusam kelihatan basah menetes air matanya, tapi dia berusaha tersenyum. Dia mengatakan pelan sambil melihat kelangit-langit rumahnya yang rompal penuh sarang laba-laba. “Biralah yang lalu berlalu. Saya tidak ingin dikenang sebagai apa pun walau penghargaan setinggi apapun diberikan kepada saya. Biarlah saya tenang sebelum kembali menghadap kepada Nya. Saya tidak menginginkan apa-apa lagi selain persiapan amal saya sebelum kembali kepada Nya”
Pertanyaan saya yang terakhir, “Bolehkan pertemuan ini saya masukkan ke dalam berita di Blog paling saya senangi?”(Kompasiana -red)
“Tak usah. Jangan pak. Jangan. Saya tidak ingin dipublikasikan lagi. Jika pun dipublikasikan, saya tak akan bersedia memberi komentar apapun dan pengakuan apapun nantinya jika ada yang menanyakan  tentang hal itu, karena saya menginginkan ketenangan menjelang akhir hidup saya.”
Tanpa terasa saya telah berbicara dengan bapak yang memilki pengalaman seru dan heroik ini hampir 90 menit. Sebelum meninggalkan beliau di rumahnya itu, saya mohon izin memuat kisah ini dengan catatan tidak akan memberi informasi apapun tentang keberadaannya karena pesan dari pelaku sejarah ini  kepada saya memang seperti itu.
Tentu saya akan memberikan tulisan ini kepada beliau dalam bentuk kliping setelah dicetak untuk menjadi kenang-kenangan beliau sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan kita..
Kesimpulan :
Jika mengacu kepada cerita pak Soejono di atas, ada beberapa kesimpulan yang dapat kita tarik, yaitu :
  1. Tenggelamnya RI Macan Tutul bukan karena operasi Gabungan, jadi tidak perlu lagi  ada polemik antara TNI AL dan AU.

  2. Tenggelamnya RI Macan Tutul bukan karena karena pertempuran di bom oleh serangan pesawat  Belanda, melainkan karena posisi Kapal kita telah terdeteksi oleh Belanda sejak awal.

  3. Ada kemungkinan pergerakan konvoi Kapal Perang kita telah ‘bocor’ dan diintai oleh Belanda. Apakah awal bocornya di Jakarta atau di manapun yang jelas posisi kapal kita telah diketahui letaknya lebih dahulu sebelum sempat melakukan fase eksploitasi di Irian Barat.

  4. Tenggelamnya kapal RI Macan Tutul masih simpang siur. Kejadian yang sebenarnya adalah tanggal 15 Januari 1962, bukan tanggal 13 Januari, yakni  bersamaan dengan gugurnya Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal*) Komodor Laut Yos Sudarso dalam usianya 36 tahun (lahir Salatiga 24 Nopember 1925).
Demikian rekan pembaca budiman, tulisan ini dipersembahkan kepada pembaca semoga bermanfaat. Pesan dari tulisan ini sederhana saja, yaitu Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa pahlawannya. Pesan terakhir Komodor Yos Soedarso pun masih terngiang-ngiang sampai sekarang “ Teruskan Perjuangan…!”

Tuesday 3 February 2015

Hanya bermodal HP android bisa mendapatkan $10 melalui WHAFF


Jika Anda Punya hp Android ? Rugi kalau cuma buat sms, telepon dan on line saja. Karena dengan hp Android kita bisa menghasilkan uang. Langsung saja cara mendapatkan uang:


1. Masuk ke Google Play, Search : WHAFF (ukuran 14MB)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.whaff.whaff


2. Donwload dan Install di Mobile.
3. Kemudian buka dan Login dengan FB (atas) dan masukan Premium Code Invite :AU10682 (harus masukin kode ini karena setelah masukin kode ini akan mendapatkan $)


4. Selesai deh.

Setelah berhasil login silahkan lakukan like FP dari WHAFF dan beberapa aksi lainnya untuk mendapatkan uang

Note: untuk mendapatkan $ anda cuman klik View Dan Instal Yang ada Di Tab Premium Picks dan WHAFF Picks
ikuti perintah dengan benar agar mendapat $  
Sekali ;agi invite no : AU10682

PELUANG USAHA UNTUK PENGUNA ANDROID !!!



Punya hp Android ? Rugi kalau cuma buat sms, telepon dan games Karena dengan hp Android kita bisa menghasilkan uang!! Serius aku kaga bohong dan bukan cuma janji2 semata. Langsung saja cara mendapatkan dolar dengan aplikasi WHAFF REWARD :



1. Open di play store kamu, cari WHAFF Rewards
2. Download dan Install di Android kamu
3. Kemudian buka dan Login dengan FB (atas) dan masukan Premium Code Invite : AU10682 (harus masukin kode ini karena setelah masukin kode ini kamu akan mendapatkan uang $0.30 ) ingat dan catat kodenya...jgn sampe salah ntar gak dpt bonus pertama sebesar $0,30...KODENYA: AU10682
4. Setelah berhasil login silahkan lakukan like FB dari WHAFF dan beberapa aksi lainnya dan dapatkan uang kembali, cukup gampang kan.. Kamu bisa dapatin 50-100rb/hari jika kamu rajin guy bahkan lebih.. dgn donload game atau main game melalui whaff... atau invite teman tunggu apa lagi..
5. Jika saldomu sudah mencapai $10 baru bisa masuk uangmu di paypal berikutnya terserah mau belanja atau transfer ke rek bank dan bisa juga di tukar utk belanja playstore dan lain2..
Ayo gan tunggu apa lagi..
6. Aplikasi WHAFF rewards ini kurang lebih mirip dengan Google Adsense klik iklan dapet duit.. cuma dibuat lebih gampangan dan interaktif..
Tentu gak ada salahnya mencoba..
7. Program WHAFF rewards mendapatkan uang dolar ini nyata gan tidak ada unsur penipuan maupun jebakan dan sdh saya tes sampai detik ini masih berjalan.. dan bisa cek atau tanya google apa itu WHAFF rewards..
thanks guy..


Wednesday 28 January 2015

kisah kepahlawanan Usman dan Harun

Nama Usman dan Harun saat ini menjadi berita hangat di media massa setelah TNI AL akan menamakan sebuah kapal perang TNI AL (KRI) dengan nama Usman Harun. Pemerintah Singapura keberatan, sebab keduanya adalah orang-orang yang dianggap teroris oleh Singapura, sementara di Tanah Air, dia adalah pahlawan bangsa.
Ya, Usman Harun merupakan nama dua prajurit Korps Komando Operasi (KKO) pada periode 1960-an, atau yang disebut Marinir AL sekarang ini. Keduanya diberi gelar pahlawan nasional setelah dihukum mati oleh Pemerintah Singapura lantaran diduga melakukan aksi terorisme di Macdonald House.
Dari mana berawal?
Semuanya berawal ketika pada 31 Agustus 1957 berdiri negara Persemakmuran Malaya. Saat itu Singapura ingin bergabung dalam persemakmuran namun ditolak oleh Inggris. Lalu pada 16 September 1963 dibentuk federasi baru bernama Malaysia yang merupakan negara gabungan Singapura, Kalimantan Utara (Sabah), dan Sarawak.
Kesultanan Brunei kendatipun ingin bergabung dengan Malaysia, namun tekanan oposisi yang kuat lalu menarik diri. Alasan utama penarikan diri adalah Brunei merasa memiliki banyak sumber minyak, yang nanti akan jatuh ke pemerintahan pusat (Malaysia).
Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno sejak semula menentang keinginan Federasi Malaya yang tidak sesuai dengan perjanjian Manila Accord. Presiden Soekarno menganggap pembentukan Federasi Malaysia sebagai “boneka Inggris” merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia.
Maka dibentuklah sukarelawan untuk dikirim ke negara itu setelah dikomandokannya Dwikora oleh Presiden Sukarno pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta.
Adalah Harun Said dan Usman Hj Mohd Ali, dua anggota KKO (Korps Komando Operasi -kini dikenal dengan Korps Marinir) yang diberangkatkan ke Singapura dengan menggunakan perahu karet. Tugasnya adalah menyabotase kepentingan-kepentingan Malaysia dan Singapura.
Berikut ini adalah catatan perjalanan dua Pahlawan Nasional itu sebagaimana tersimpan dalam catatan sejarah KKO.

Pahlawan Nasional; Usman dan Harun
Memasuki wilayah Singapura (Catatan: Ejaan dan penulisan banyak ditulis secara apa adanya dari sumber tulisan, yakni blognya Om Mimbar) 
Tanggal 8 Maret 1965 pada waktu tengah malam buta, saat air laut tenang, ketiga sukarelawan ini mendayung perahu. Sukarelawan itu dapat melakukan tugasnya berkat latihan-latihan dan ketabahan mereka. Dengan cara hati-hati dan orientasi yang terarah mereka mengamati tempat-tempat penting yang akan dijadikan obyek sasaran, dan tugas mengamati sasaran-sasaran ini dilakukan sampa larut malam. Setelah memberikan laporan singkat, mereka mengadakan pertemuan di tempat rahasia untuk melaporkan hasil pengamatan masing-masing. Atas kelihaiannya mereka dapat berhasil kembali ke induk pasukannya, yaitu Pulau Sambu sebaga Basis II di mana Usman dan Harus bertugas.
Pada malam harinya Usman memesan anak buahnya agar berkumpul kembali untuk merencanakan tugas-tugas yang harus dilaksanakan, disesuaikan dengan hasil penyelidikan mereka masing-masing. Setelah memberikan laporan singkat,mereka mengadakan perundingan tentang langkah yang akan ditempuh karena belum adanya rasa kepuasan tentang penelitian singkat yang mereka lakukan,ketiga sukarelawan di bawah pimpinan Usman, bersepakat untuk kembali lagi ke daerah sasaran untuk melakukan penelitian yang mendalam. Sehingga apa yangdibebankan oleh atasannya akan membawa hasil yang gemilang.
Di tengah malam buta, di saat kota Singapura mulai sepi dengan kebulatan dan kesepakatan, mereka memutuskan untuk melakukan peledakan Hotel Mac Donald. Diharapkan dapat menimbulkan kepanikan dalam masyarakat sekitarnya. Hotel tersebut terletak di Orchad Road sebuah pusat keramaian d kota Singapura.Pada malam harinya Usman dan kedua anggotanya kembali menyusuri Orchad Road.
Di tengah-tengah kesibukan dan keramaian kota Singapura ketiga putra Indonesia bergerak menuju ke sasaran yang ditentukan, tetapi karena pada saat itu suasana belum mengijinkan akhirnya mereka menunggu waktu yang paling tepat untuk menjalankan tugas.
Setelah berangsur-angsur sepi,mulailah mereka dengan gesit mengadakan gerakan-gerakan menyusup untuk memasang bahan peledak seberat 12,5 kg.
Dalam keheningan malam kira-kira pukul 03.07 malam tersentaklah penduduk kota Singapura oleh ledakan yang dahsyat seperti gunung meletus. Ternyata ledakan tersebut berasal dari bagian bawah Hotel Mac Donald yang terbuat dari beton cor tulang, hancur berantakan dan pecahannya menyebar ke penjuru sekitarnya. Penghuni hotel yang mewah itu kalang kabut, saling berdesakan ingin keluar untuk menyelamatkan diri masing-masing. Demikian pula penghuni toko sekitarnya berusaha lari dari dalam tokonya.
Beberapa penghuni hotel dan toko ada yang tertimbun oleh reruntuhan sehingga mengalami luka berat dan ringan. Dalam peristiwa ini, 20 buah toko di sekitar hotel itu mengalami kerusakan berat, 24 buah kendaraan sedan hancur, 30 orang meninggal, 35 orang mengalami luka-luka berat dan ringan. Di antara orang-orang yang berdesakan dari dalam gedung ingin keluar dari hotel tersebut tampak seorang pemuda ganteng yang tak lain adalah Usman.
Di tengah suasana yang penuh kepanikan bagi penghuni Hotel Mac Donald dan sekitarnya, Usman dan anggotanya dengan tenang berjalan semakin menjauh ditelan kegelapan malam untuk menghindar dari kecurigaan. Mereka kembali memencar menuju tempat perlindungan masing-masing.

Mc Donald House
Pada hari itu juga tanggal 10 Maret 1965 mereka berkumpul kembali. Bersepakat bagaimana caranya untuk kembali ke pangkalan. Situasi menjadi sulit, seluruh aparat keamanan Singapura dikerahkan untuk mencari pelaku yang meledakkan Hotel Mac Donald.
Melihat situasi demikian sulitnya, lagi pula penjagaan sangat ketat, tak ada celah selubang jarumpun untuk bisa ditembus. Sulit bagi Usman, Harun dan Gani keluar dari wilayah Singapura.Untuk mencari jalan keluar, Usman dan anggotanya sepakat untuk menerobos penjagaan dengan menempuh jalan masing-masing, Usman bersama Harun,sedangkan Gani bergerak sendiri.
Setelah berhasil melaksanakan tugas, pada tanggal 11 Maret 1965 Usman dan anggotanya bertemu kembali dengan diawali salam kemenangan, karena apa yang mereka lakukan berhasil. Dengan kata sepakat telah disetujui secara bulat untuk kembali ke pangkalan dan sekaligus melaporkan hasil yang telah dicapai kepada atasannya.
Sebelum berpisah Usman menyampaikan pesan kepada anggotanya, barang siapa yang lebih dahulu sampai ke induk pasukan, supaya melaporkan hasil tugas telah dilakukan kepada atasan. Mulai saat inilah Usman dan Harus berpisah dengan Gani sampai akhir hidupnya.
Gagal kembali ke pangkalan  
Usaha ketiga sukarelawan kembali ke pangkalan dengan jalan masing-masing.Tetapi Usman yang bertindak sebagai pimpinan tidak mau melepas Harun berjalan sendiri, hal ini karena Usman sendiri belum faham betul dengan daerah Singapura, walaupun ia sering memasuki daerah ini. Karena itu Usman meminta kepada Harun supaya mereka bersama-sama mencari jalan keluar ke pangkalan.
Untuk menghindari kecurigaan terhadap mereka berdua, mereka berjalan saling berjauhan, seolah-olah kelihatan yang satu dengan yang lain tidak ada hubungan sama sekali. Namun walaupun demikian tetap tidak lepas dari pengawasan masing-masing dan ikatan mereka dijalin dengan isyarat tertentu. Semua jalan telah mereka tempuh, namun semua itu gagal.
Dengan berbagai usaha akhirnya mereka berdua dapat memasuki pelabuhanSingapura, mereka dapat menaiki kapal dagang Begama yang pada waktu itu akan berlayar menuju Bangkok. Kedua anak muda itu menyamar sebagai pelayan dapur.Sampai tanggal 12 Maret 1965 mereka berdua bersembunyi di kapal tersebut.Tetapi pada malam itu, waktu kapten kapal Begama mengetahui ada dua orang yang bukan anak buahnya berada dalam kapal, dia mengusir mereka dari kapal. Kalau tidak mau pergi dari kapalnya, akan dilaporkan kepada polisi. Alasan mengusir kedua pemuda itu karena mereka takut diketahui oleh Pemerintah Singapura dan kapalnya akan ditahan. Akhirnya pada tanggal 13 Maret 1965 kedua sukarelawan Indonesia keluar dari persembunyiannya.
Usman dan Harun terus berusaha mencari sebuah kapal tempat bersembunyi supaya dapat keluar dari daerah Singapura. Ketika mereka sedang mencari-cari kapal, tiba-tiba tampaklah sebuah motorboat yang dikemudikan oleh seorang Cina. Daripada tidak berbuat akan tertangkap, lebih baik berbuat dengan dua kemungkinan tertangkap atau dapat lolos dari bahaya. Akhirnya dengan tidak pikir panjang mereka merebut motorboat dari pengemudinya dan dengan cekatan mereka mengambil alih kemudi, kemudian haluan diarahkan menuju ke Pulau Sambu.
Tetapi apa daya manusia boleh berencana, Tuhan yang menentukan.Sebelum mereka sampai ke perbatasan perairan Singapura, motorboatnya macet ditengah laut. Mereka tidak dapat lagi menghindari diri dari patroli musuh,sehingga pada pukul 09.00 tanggal 13 Maret 1965 Usman dan Harun tertangkap dan dibawa ke Singapura sebagai tawanan.
Mereka menyerahkan diri kepada Tuhan, semua dihadapi walau apa yang terjadi, karena usaha telah maksimal untuk mencari jalan. Nasib manusia di tanganTuhan, semua itu adalah kehendak-Nya. Karena itulah Usman dan Harus tenang saja, tidak ada rasa takut dan penyesalan yang terdapat pada diri mereka.
Sebelum diadili mereka berdua mendekam dalam penjara. Mereka dengan sabar menunggu saat mereka akan dibawa ke meja hijau. Alam Indonesia telah ditinggalkan, apakah untuk tinggal selama-lamanya, semua itu hanya Tuhan yang Maha Mengetahui.
Tabah sampai akhir
Proses Pengadilan. 
Usman dan Harun selama kurang lebih 8 bulan telah meringkuk di dalam penjara Singapura sebagai tawanan dan mereka dengan tabah menunggu prosesnya. Pada tanggal 4 Oktober 1965 Usman dan Harun dihadapkan ke depan sidang Pengadilan Mahkamah Tinggi (High Court) Singapura dengan J. Chua sebagai hakim.
Usman dai Harun dihadapkan ke Sidang Pengadilan Tinggi (High Court) Singapura dengan tuduhan :
1. Menurut ketentuan International Security Act Usman dan Harun telah melanggar Control Area.
2. Telah melakukan pembunuhan terhadap tiga orang.
3. Telah menempatkan alat peledak dan menyalakannya.
Dalam proses pengadilan ini, Usman dan Harun tidak dilakukan pemeriksaan pendahuluan, sesuai dengan Emergency Crimina Trials Regulation tahun 1964. Dalam Sidang Pengadilan Tinggi (Hight Court) kedua tertuduh Usman dan Harun telah menolak semua tuduhan itu. Hal ini mereka lakukan bukan kehendak sendiri, karena dalam keadaan perang. Oleh karena itu mereka meminta kepada sidang supaya mereka dilakukan sebagai tawanan perang (Prisoner of War).
Namun tangkisan tertuduh Usman dan Harun tidak mendapat tanggapan yang layak dari sidang majelis. Hakim telah menolak permintaan tertuduh, karena sewaktu kedua tertuduh tertangkap tidak memakai pakaian militer. Persidangan berjalan kurang lebih dua minggu dan pada tanggal 20 Oktober 1965 SidangPengadilan Tinggi (Hight Court) yan dipimpin oleh Hakim J. Chua memutuskan bahwa Usman dan Harun telah melakukan sabotase dan mengakibatkan meninggalnyatiga orang sipil.
Dengan dalih ini, kedua tertuduh dijatuhi hukuman mati.
Pada tanggal 6 Juni 1966 Usman dan Harun naik banding ke FederalCourt of Malaysia dengan Hakim yang mengadilinya: Chong Yiu, Tan Ah Tah danJ.J. Amrose.
Pada tanggal 5 Oktober 1966 Federal Court of Malaysia menolak perkara naik banding Usman dan Harun. Kemudian pada tanggal 17 Februari 1967perkara tersebut diajukan lagi ke Privy Council di London.
Dalam kasus ini Pemerintah Indonesia menyediakan empat Sarjana Hukum sebagai pembela yaitu Mr. Barga dari Singapura, Noel Benyamin dari Malayasia, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja SH dari Indonesia, dan Letkol  (L) Gani Djemat SH Atase ALRI di Singapura.
Usaha penyelamatan jiwa kedua pemuda Indonesia itu gagal. Surat penolakan datang pada tanggal 21 Mei 1968.
Setelah usaha naik banding mengenai perkara Usman dan Harun ke Badan Tertinggi yang berlaku di Singapura itu gagal, maka usaha terakhir adalah untuk mendapat grasi dari Presiden Singapura Yusuf bin Ishak. Permohonan ini diajukan pada tanggal 1 Juni 1968. Bersamaan dengan itu usaha penyelamatan kedua prajurit oleh Pemerintah Indonesia makin ditingkatkan.
Kedutaan RI di Singapura diperintahkan untuk mempergunakan segala upaya yang mungkin dapat dijalankan guna memperoleh pengampunan. Setidak-tidaknya memperingan kedua sukarelawan Indonesia tersebut.
Pada tanggal 4 Mei 1968 Menteri Luar Negeri Adam Malik berusaha melalui Menteri Luar Negeri Singapura membantu usaha yang dilakukan KBRI. Ternyata usaha inipun mengalami kegagalan. Pada tanggal 9 Oktober 1968, Menlu Singapura menyatakan bahwa permohonan grasi atas hukuman mati Usman dan Harun ditolak oleh Presiden Singapura.
Pemerintah Indonesia dalam saat-saat terakhir hidup Usman dan Harun terus berusaha mencari jalan. Pada tanggal 15 Oktober 1968 Presiden Suharto mengirim utusan pribadi, Brigjen TNI Tjokropanolo ke Singapura untuk menyelamatkan kedua patriot Indonesia.
Pada saat itu PM Malaysia Tengku Abdulrahman juga meminta kepada Pemerintah Singapura agar mengabulkan permintaan Pemerintah Indonesia. Namun Pemerintah Singapura tetap pada pendiriannya tidak mengabulkannya. Bahkan demi untuk menjaga prinsip-prinsip tertib hukum, Singapura tetap akan melaksanakan hukuman mati terhadap dua orang KKO Usman dan Harun, yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober1968 pukul 06.00 pagi waktu Singapura.
Permintan terakhir Presiden Suharto agar pelaksanaan hukuman terhadap kedua mereka ini dapat ditunda satu minggu untuk mempertemukan kedua terhukum dengan orang tuanya dan sanak farmilinya. Permintaan ini juga ditolak oleh Pemerintah Singapura yang tetap pada keputusannya, melaksanakan hukuman gantung terhadap Usman dan Harun.
Pesan terakhir
Waktu berjalan terus dan sampailah pada pelaksanaan hukuman, di mana Pemerintah Singapura telah memutuskan dan menentukan bahwa pelaksanaan hukuman gantung terhadap Usman dan Harun tanggal 17 Oktober 1968, tepat pukul 06.00 pagi.
Dunia merasa terharu memikirkan nasib kedua patriot Indonesia yang gagah perkasa, tabah dan menyerahkan semua itu kepadapencipta-Nya.
Seluruh rakyat Indonesia ikut merasakan nasib kedua patriot ini. Demikian juga dengan Pemerintah Indonesia, para pemimpin terus berusaha untuk menyelesaikan masalah ini. Sebab merupakan masalah nasional yang menyangkut perlindungan dan pembelaan warga negaranya.
Satu malam sebelum pelaksanaan hukuman, hari Rabu sore tanggal 16 Oktober 1968, Brigjen TIN Tjokropranolo sebagai utusan pribadi Presiden Suharto datang ke penjara Changi. Dengan diantar Kuasa Usaha Republik Indonesia di Singapura Kolonel A. Ramli dan didampingi Atase Angkatan Laut Letkol ((G) Gani Djemat SH, dapat berhadapan dengan Usman dan Harun di balik terali besi yang menyeramkan pada pukul16.00. Tempat inilah yang telah dirasakan oleh Usman dan Harun selama dalam penjara dan di tempat ini pula hidupnya berakhir.
Para utusan merasa kagum karena telah sekian tahun meringkuk dalam penjaradan meninggalkan Tanah Air, namun dari wajahnya tergambar kecerahan dan kegembiraan, dengan kondisi fisik yang kokoh dan tegap seperti gaya khas seorang prajurit KKO AL yang tertempa. Tidak terlihat rasa takut dan gelisah yang membebani mereka, walaupun sebentar lagi tiang gantungan sudah menunggu.
Keduanya segera mengambil sikap sempurna dan memberikan hormat serta memberikan laporan lengkap, ketika Letkol Gani Djemat SH memperkenalkan Brigjen Tjokropranolo sebagai utusan Presiden Suharto. Sikap yang demikian membuat Brigjen Tjokropranolo hampir tak dapat menguasai diri dan terasa berat untuk menyampaikan pesan.
Pertemuan ini membawa suasana haru, sebagai pertemuan Bapak dan Anak yang mengantarkan perpisahan yang tak akan bertemu lagi untuk selamanya. Hanya satu-satunya pesan yang disampaikan adalah bahwa Presiden Suharto telah menyatakan mereka sebagai Pahlawan dan akan dihormati oleh seluruh rakyat Indonesia, kemudian menyampaikan salut atas jasa mereka berdua terhadap Negara.
Sebagai manusia beragama, Brigjen Tjokropranolo mengingatkan kembali supaya tetap teguh, tawakal dan berdoa, percayalah bahwa Tuhan selalu bersama kita. Kolonel A. Rambli dalam kesempatan itu pula menyampaikan, bahwa Presiden Suharto mengabulkan permintaan mereka untuk dimakamkan berdampingan di Indonesia.
Sebelum berpisah Usman dan Harun dengan sikap sempurna menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden RI Jenderal Suharto atas usahanya, kepada Jenderal Panggabean, kepada mahasiswa dan pelajar, Sarjana Hukum, dan Rakyat Indonesia yang telah melakukan upaya kepadanya. Pertemuan selesai, Sersan KKO Usman memberikan aba-aba, dan keduanya memberi hormat
Menjalani Hukuman Mati
Pada saat ketiga pejabat Indonesia meninggalkan penjara Changi, Usman danHarun kembali masuk penjara, tempat yang tertutup dari keramaian dunia.Usman dan Harun termasuk orang-orang yang teguh terhadap agama.
Mereka berdua adalah pemeluk agama Islam yang saleh. Di alam yang sepi itu menambah hati mereka semakin dekat dengan pencipta-Nya. Karena itu empat tahun dapat mereka lalui dengan tenang. Mereka selalu dapat tidur dengan nyenyaknya walaupun pelaksanaan hukuman mati semakin dekat.
Pemerintah dan rakyat Indonesia mengenang kembali perjuangan kedua pemuda ini dan dengan keharuan ikut merasakan akan nasib yang menimpa mereka.Sedangkan Usman dan Harun dengan tenang menghuni penjara Changi yang sepi dan suram itu.
Mereka menghuni ruangan yang dibatasi oleh empat dinding tembok, sedangkan di luar para petugas terus mengawasi dengan ketat. Usman dan Harun yang penuh dengan iman dan taqwa dan semangat juang yang telah ditempa oleh Korpsnya KKO AL menambah modal besar untuk memberikan ketenangan dalam diri mereka yang akan menghadapi maut.
Di penjara Changi, pada hari itu udara masih sangat dingin suasana mencekam,tetapi dalam penjara Changi kelihatan sibuk sekali. Petugas penjara sejak sore sudah berjaga-jaga, dan pada hari itu tampak lebih sibuk lagi.
Di sebuah ruangan kecil dengan terali-terali besi rangkap dua Usman dan Harun benar-benar tidur dengan pulasnya. Meskipun pada hari itu mereka akan menghadapi maut, namun kedua prajurit itu merasa tidak gentar bahkan khawatir pun tidak.
Dengan penuh tawakal dan keberanian luar biasa mereka akan menghadapi tali gantungan.Sikap kukuh dan tabah ini tercermin dalam surat-surat yang mereka tulis pada tanggal 16 Oktober 1968, yang tetap melambangkan ketegaran jiwa dan menerima hukuman dengan gagah berani.
Betapa tabahnya mereka menghadapi kematian, hal in dapat dilihat dari surat-surat mereka yang dikirimkan kepadakeluarganya.
Sebagian Surat Usman yang berbunyi sebagai berikut:
Berhubung tuduhan dinda yang bersangkutan maka perlu anak anda menghaturkan berita duka kepangkuan Bunda sekeluarga semua di sini bahwa pelaksanaan hukuman mati ke atas anakanda telah diputuskan pada 17 Oktober 1968, hari Kamis 24 Rajab 1388.
Sebagian isi surat dari Harun sebagai berikut:
Bersama ini adindamu menyampaikan berita yang sangat mengharukan seisi kaum keluarga di sana itu ialah pada 14-10-1968 jam 10.00 pagi waktu Singapura rayuan adinda tetap akan menerima hukuman gantungan sampai mati.
Menghadapi Tiang Gantungan
Pukul 05.00 subuh kedua tawanan itu dibangunkan oleh petugas penjara,kemudian disuruh sembahyang menurut agamanya masing-masing. Sebenarnya tanpa diperintah ataupun dibangunkan Usman dan Harun setiap waktu tidak pernah melupakan kewajibannya untuk bersujud kepadaTuhan Yang Maha Esa. Karena sejak kecil kedua pemuda itu sudah diajar masalah keagamaan dengan matang.
Setelah melakukan sembahyang Usman dan Harun dengan tangan diborgol dibawa oleh petugas ke kamar kesehatan untuk dibius. Dalam keadaan terbius dan tidak sadar masing-masing urat nadinya dipotong oleh dokter tersebut, sehingga mereka berdua lumpuh sama sekali.
Dalam keadaan, lumpuh dan tangan tetap diborgol, Usman dan Harun dibawa petugas menuju ke tiang gantungan.Tepat pukul 06.00 pagi hari Kamis tanggal 17 Oktober 1968 tali gantungan dikalungkan ke leher Usman dan harun.
Pada waktu itu pula seluruh rakyat Indonesia yang mengetahui bahwa kedua prajurit Indonesia digantung batang lehernya tanpa mengingat segi-segi kemanusiaan menundukkan kepala sebagai tanda berkabung. Kemudian mereka menengadah berdoa kepada Illahi semoga arwah kedua prajurit Indonesia itu mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya. Mereka telah terjerat di ujung tali gantungan di negeri orang, jauh dari sanak keluarga, negara dan bangsanya. Mereka pergi untuk selama-lamanya demi kejayaan Negara, Bangsa dan Tanah Air tercinta.
Eksekusi telah selesai, Usman dan Harun telah terbujur, terpisah nyawa dari jasadnya. Kemudian pejabat penjara Changi keluar menyampaikan berita kepada para wartawan yang telah menanti dan tekun mengikuti peristiwa ini, bahwa hukuman telah dilaksanakan. Dengan sekejap itu pula tersiar berita ke seluruh penjuru dunia menghiasi lembaran mass media sebagai pengumuman terhadap dunia atas terlaksananya hukuman gantungan terhadap Usman danHarun.
Bendera Merah Putih telah dikibarkan setengah tiang sebagai tanda berkabung. Sedangkan masyarakat Indonesia yang berada di Singapura berbondong-bondong datang membanjiri Kantor Perwakilan Indonesia dengan membawa karangan bunga sebagai tanda kehormatan terakhir terhadap kedua prajuritnya.
Begitu mendapat berita pelaksanaan eksekusi, Pemerintah Indonesia mengirim Dr. Ghafur dengan empat pegawai Kedutaan Besar RI ke penjara Changi untuk menerima kedua jenazah itu dan untuk dibawa ke Gedung Kedutaan Besar RI untuk disemayamkan. Akan tetapi kedua jenazah belum boleh dikeluarkan dari penjara sebelum dimasukkan ke dalam peti dan menunggu perintah selanjutnya dari Pemerintah Singapura.
Pemerintah Indonesia mendatangkan lima Ulama untuk mengurus kedua jenazah di dalam penjara Changi. Setelah jenazah dimasukkan ke dalam peti, Pemerintah Singapura tidak mengizinkan Bendera Merah Putih yang dikirimkan Pemerintah Indonesia untuk diselubungkan pada peti jenazah kedua Pahlawan tersebut pada saat masih di dalam penjara. Pukul 10.30 kedua jenzah baru diizinkan dibawa ke Kedutaan Besar RI.
Mendapat penghormatan terakhir dan Anugerah dari Pemerintah  
Setelah mendapatkan penghormatan terakhir dari masya rakat Indonesia di KBRI, pukul 14.00 jenazah diberangkatkan ke lapangan terbang di mana telah menunggu pesawat TNI-AU yang akan membawa ke Tanah Air.
Pada hari itu Presiden Suharto sedang berada di Pontianak meninjau daerah Kalimantan Barat yang masih mendapat gangguan dari gerombolan PGRS dan Paraku. Waktu Presiden diberitahukan bahwa Pemerintah Singapura telah melaksanakan hukuman gantung terhadap Usman dan Harun, maka Presiden Suharto menyatakan kedua prajurit KKO-AL itu sebagai Pahlawan Nasional.
Pada pukul 14.35 pesawat TNI-AU yang khusus dikirim dari Jakarta meninggalkan lapangan terbang Changi membawa kedua jenazah yang telah diselimuti oleh dua buah bendera Merah Putih yang dibawa dari Jakarta.
Padahari itu juga, tanggal 17 Oktober 1968 kedua Pahlawan Usman dan Harun telah tiba di Tanah Air. Puluhan ribu, bahkan ratusan ribu rakyat Indonesia menjemput kedatangannya dengan penuh haru dan cucuran air mata. Sepanjang jalan antara Kemayoran, Merdeka Barat penuh berjejal manusia yang ingin melihat kedatangan kedua pahlawannya, pahlawan yang membela kejayaan Negara, Bangsa dan Tanah Air.
Setibanya di lapangan terbang Kemayoran kedua jenazah Pahlawan itu diterima oleh Panglima Angkatan Laut Laksamana TNI  R. Muljadi dan seterusnya disemayamkan di Aula Hankam Jalan Merdeka Barat sebelum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Pada upacara penyerahan kedua jenazah Pahlawan ini menimbulkan suasana yang mengharukan. Di samping kesedihan yang meliputi wajah masyarakat yang menghadiri upacara tersebut, di dalam hati mereka tersimpan kemarahan yang tak terhingga atas perlakuan negara tetangga yang sebelumnya telah mereka anggap sebagai sahabat baik.
Pada barisan paling depan terdiri dari barisan Korps Musik KKO-AL yang memperdengarkan musik sedih lagu gugur bunga, kemudian disusul dengan barisan karangan bunga. Kedua peti jenazah tertutup dengan bendera Merah Putih yang ditaburi bunga di atasnya. Kedua peti ini didasarkan kepada Inspektur Upacara Laksamana TNI R. Mulyadi yang kemudian diserahkan kepada Kas Hankam Letjen TNI Kartakusumah di Aula Hankam.
Di belakang peti turut mengiringi Brigjen TNI Tjokropranolo dan Kuasa UsahaRI untuk Singapura Letkol M. Ramli yang langsung mengantar jenazah Usman dan Harun dari Singapura. Suasana tambah mengharukan dalam upacara ini karena baik BrigjenTjokropranolomaupun Laksamana R. Muljadi kelihatan meneteskan air mata.
Malam harinya, setelah disemayamkan di Aula Hankam mendapat penghormatan terakhir dari pejabat-pejabat Pemerintah, baik militer maupun sipil. Jenderal TNI Nasution kelihatan bersama pengunjung melakukan sembahyang dan beliau menunggui jenazah Usman dan Harun sampai larut malam.
Tepat pukul 13.00 siang, sesudah sembahyang Jum’at, kedua jenazah diberangkatkan dari Aula Hankam menuju ke tempat peristirahatan yang terakhir. Jalan yang dilalui iringan ini dimulai Jalan Merdeka Barat, Jalan M.H. Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Gatot Subroto, Jalan PasarMinggu dan akhirnya sampai Kalibata.
Sepanjang jalan yang dilalui antara Merdeka Barat dan Kalibata, puluhan ribu rakyat berjejal menundukkan kepala sebagai penghormatan terakhir diberikan kepada kedua Pahlawannya. Turut mengiringi dan mengantar kedua jenazah ini, pihak kedua keluarga, para Menteri Kabinet Pembangunan.
Laksamana R. Muljadi, Letjen Kartakusumah, Perwira-perwin Tinggi ABRI, Korps Diplomatik, Ormas dan Orpol, dan tidak ketinggalan para pemudadan pelajar serta masyarakat. Upacara pemakaman ini berjalan dengan penuh khidmat dan mengharukan. Bertindak sebagai Inspektur Upacara adalah Letjen Sarbini. Atas nama Pemerintah Letjen Sarbini menyerahkan kedua jasad Pahlawan ini kepada Ibu Pertiwi dan dengan diiringi doa semoga arwahnya dapat diberikan tempat yang layak sesuai dengan amal bhaktinya.
Dengan didahului tembakan salvo oleh pasukan khusus dari keempat angkatan, peti jenazah diturunkan dengan perlahan-lahan ke liang lahat. Suasana bertambah haru setelah diperdengarkan lagu Gugur Bunga.
Pengorbanan dan jasa yang disumbangkan oleh Usman dan Harun terhadap Negara dan Bangsa maka Pemerintah telah menaikkan pangkat mereka satu tingkat lebih tinggi yaitu Usmar alias Janatin bin Haji Muhammad Ali menjadi Sersan Anumerta KKO dan Harun alias Tohir bin Mandar menjadi Kopral Anumerta KKO. Sebagai penghargaan Pemerintah menganugerahkan tanda kehormatan BintangSakti dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Usman Janatin bin H. Ali Hasan (lahir di Dukuh Tawangsari, Desa Jatisaba, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 18 Maret 1943 – meninggal di Singapura, 17 Oktober 1968 pada umur 25 tahun) adalah salah satu dari dua anggota KKO (Korps Komando Operasi; kini disebut Marinir) Indonesia yang ditangkap di Singapura pada saat terjadinyaKonfrontasi dengan Malaysia.

Tohir bin Said. (Lahir di Pulau Bawean tanggal 4 April 1943): Anak ketiga dari Pak Mandar dengan ibu Aswiyani, yang kemudian terkenal menjadi Pahlawan Nasional dengan nama Harun.

Gungho Band batalyon infanteri -1 marinir (pergi demi tugas pulang untuk cinta)

Lagu Lagu Kopasus

Derap Langkah